oleh

Forum Koordinasi dan Informasi Peduli Buruh Migran di Lampung Peringati International Migrant Day 2022

-Agenda-39 views

SIARAN PERS

BANDAR LAMPUNG– Forum Koordinasi dan Informasi Peduli Buruh Migran di Provinsi Lampung akan menggelar aksi peringatan Hari Migran Internasional pada Minggu 18 Desember 2022 di Bundaran Tugu Adipura Bandar Lampung.  Setiap tahunnya, pada 18 Desember diperingati sebagai Hari Buruh Migran Sedunia. Menurut laporan World Bank tahun 2017, diperkirakan ada sekitar 9 juta pekerja migran Indonesia yang bekerja keluar negeri. Ia menyumbang Rp118 triliun remitansi ke Indonesia. Sementara Bank Indonesia mencatat terdapat kenaikan remitansi pekerja migran sebagai penyumbang devisa negara sejumlah 8,8 Miliar dolar AS atau Rp127,6 triliun pada tahun 2018.

Remitansi yang dikirimkan PMI asal Lampung sekitar Rp6,5 – Rp7 triliun per tahun dari total Rp159 triliun total remitansi seluruh Indonesia yang merupakan rilis dari Bank Indonesia itu tidak sebanding dengan yang didapat mereka ketika pulang ke rumah tanpa dibekali pelatihan pemberdayaan maupun pengetahuan manajemen finansial dari uang yang mereka hasilkan sehingga terjadi fenomena migrasi berulang yang mengakibatkan rentan akan kekerasan yang dihadapi PMI.

Lampung merupakan provinsi terbesar kelima penempatan pekerja migran. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Lampung pada bulan Mei 2022 penempatan pekerja migran sebanyak 11.023, pekerja migran laki-laki 3.987 sekitar 36 % dan pekerja migran perempuan 7.036 atau 64% pada sektor formal dan informal dengan lima negara penempatan tertinggi seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan dan Italia.

Data pengaduan kasus yang dirilis oleh Badan Perlindungan pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada bulan mei tahun 2022 provinsi lampung masuk pada provinsi ke enam terbesar se Indonesia terdapat 42 kasus dengan jenis kasus PMI ingin dipulangkan, keberangkatan illegal, gaji tidak dibayar, penipuan, dan tindak pidana perdagangan orang, pengaduan kasus tertinggi dari kabupaten lampung timur sebanyak 15 kasus.

Pekerja Migran di provinsi Lampung khususnya yang bekerja pada Sektor Domestik Rumah Tangga mayoritasnya adalah perempuan. Akibatnya, mereka rentan mengalami kasus-kasus seperti penyiksaan, kekerasan, seksual, dan eksploitasi fisik serta emosional dan tindak pidana perdagangan orang ( Trafficking ) Di Indonesia, aturan hukum terhadap Pekerja Migran Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 UU PMI. Namun, adanya aturan ini belum mengatur secara khusus terhadap Pekerja Migran Indonesia Sektor Rumah Tangga non prosedural yang menjadi korban perdagangan orang. Setiap Pekerja Migran Indonesia baik prosedural maupun tidak mempunyai hak untuk dilindungi sebagai bagian dari warga negara Indonesia.

Pekerja migran Indonesia tidak terlepas dari figur perempuan. Pernyataan ini didukung dengan data statistik penempatan tenaga kerja Indonesia yang dirilis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Data tersebut mendokumentasikan selama kurun waktu jumlah buruh migran perempuan mencapai rata-rata 68% selama 5 tahun terakhir. Tentunya data ini belum menggambarkan situasi nyata karena data BP2MI belum mencakup buruh migran yang menempuh mekanisme penempatan yang non-prosedural. Temuan Solidaritas Perempuan sepanjang tahun 2020, menunjukkan meningkatnya kasus non-prosedural pasca pemberlakukan Kepmenaker No. 260 Tahun 2015[[1]] yang sekaligus meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya perdagangan orang (trafficking).

Menyikapi berbagai permasalahan yang masih terus menimpa Pekerja Migran Indonesia khususnya di Lampung, Forum Koordinasi dan Informasi Peduli Buruh Migran di Provinsi Lampung merasa perlu terus menyuarakan situasi kekerasan dan pelanggaran yang dialami PMI serta mendorong perlindungan PMI yang komprehensif melalui Diskusi Publik “Peringatan Hari Buruh Migran Internasional 2022” sebagai upaya dalam mewujudkan cita-cita bersama  Konvensi Migran 90 [2] dan Rekomendasi Umum CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) No. 26 tentang Hak-Hak Perempuan Buruh Migran [3].

Forum Koordinasi dan Informasi Peduli Buruh Migran di Provinsi Lampung diantaranya adalah Solidaritas Perempuan Sebai lampung, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Lada Damar, Advokasi Perempuan Damar, Lembaga bantuan Hukum Bandar Lampung (LBH), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung, LMID, SMI, GMNI, Persaudaraan Nelayan Perempuan Indonesia (PPNI) menyerukan kepada seluruh masyarakat dan mendesak Pemerintah Negara Republik Indonesia untuk:

  1. Menuntut terwujudnya jaminan perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang Adil, Aman dan Bermartabat di Provinsi Lampung
  2. Menuntut terwujudnya Jaminan Layanan perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang responsif gender di Provinsi lampung
  3. Cabut kepmen 260 tentang Zero Domestic Worker di Wilayah Timur tengah yang berdampak terhadap pelanggaran HAM/HAP dan human trafficking bagi Perempuan Buruh Migran Asal Lampung.
  4. Evaluasi dan Cabut PT penyalur atau agency yang tidak sesuai dengan prosedur perundang-undangan
  5. Memberikan kepastian hukum kepada pekerja migran di provinsi Lampung
  6. Pemenuhan hak jaminan sosial bagi Pekerja migran Asal Lampung
  7. Wujudkan pembebasan biaya (zero cost)
  8. Perlindungan dan pemenuhan sistem pengelolaan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat agar terhindar dari migrasi tidak aman
  9. Pemenuhan dan penegakan HAM Pekerja Migran Indonesia
  10. Implementasi UU No 18 tahun 2019 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
  11. Pelibatan Civil Society Organization dan CPMI, PMI Purna, beserta keluarganya dalam perumusan rancangan perda perlindungan pekerja migran di Provinsi Lampung.

Narahubung : 085758763460 (Arma)

[1] Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah

[2] Pasal 8 Konvensi Migran 90 menyatakan bahwa Buruh migran dan anggota keluarganya bebas meninggalkan Negara manapun, termasuk Negara asalnya.

[3] Rekomendasi Umum No 26 Konvensi Penghilangan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1984

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed